MERAIH KEBAHAGIAAN HAKIKI DALAM ISLAM

 

          

 MERAIH KEBAHAGIAAN HAKIKI DALAM ISLAM

                                        Cat : Anis Purwanto                                                                                        

Tak ada orang yang ingin hidupnya tidak bahagia. Semua orang ingin bahagia. Namun hanya sedikit orang yang mengerti arti kebahagiaan yang sesungguhnya.

Hidup bahagia merupakan idaman setiap orang, bahkan menjadi simbol keberhasilan sebuah kehidupan. Tak ada yang ingin sengsara, baik di dunia maupun di akhirat Tidak sedikit manusia yang mengorbankan segala-galanya untuk meraihnya. Menggantungkan cita-cita menjulang setinggi langit dengan puncak tujuan tersebut, yaitu bagaimana meraih kebahagiaan hidup. Dan ini menjadi cita-cita tertinggi setiap orang baik yang mukmin atau yang kafir kepada Allah.
             Apabila kebahagiaan itu terletak pada harta benda yang bertumpuk-tumpuk, mereka telah mengorbankan segala-galanya untuk meraihnya. Nyatanya, itu tak pernah diraih dan  membuat pengorbanannya sia-sia. Apabila kebahagiaan itu terletak pada ketinggian pangkat dan jabatan, mereka juga telah siap mengorbankan apa saja demi memperoleh apa yang diinginkannya. Tapi tetap saja kebahagiaan itu tidak pernah didapatkannya. Apabila kebahagiaan itu terletak pada ketenaran nama, mereka telah berusaha untuk meraihnya dengan apapun juga dan mereka tidak mendapati apa yang disebut kebahagiaan.

Sesungguhnya kebahagiaan hidup dalam pandangan Islam tidak berkutat pada sisi materi saja. Walaupun Islam mengakui kalau materi menjadi bagian dari unsur kebahagiaan itu sendiri. Di mana dalam pandangan Islam, masalah materi hanya sebagai sarana saja, bukan tujuan. Oleh karenanya, Islam memberikan perhatian sangat besar pada unsur ma'nawi seperti memiliki iman dan budi pekerti yang luhur sebagai cara mendapatkan kebahagiaan hidup.

YANG PASTI BAHWA KEBAHAGIAAN DI DALAM ISLAM ITU TERGAMBAR JELAS DALAM DO’A KITA : “ROBBANA ATINA FIDUN YA KHASANAH WA FIL AKHIROTIL KHASANAH , WAKHINA ‘ANDZA BANNAR”

Kebahagiaan dunia

Islam telah menetapkan beberapa hukum dan beberapa kriteria yang mengarahkan manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia. Hanya saja Islam menekankan bahwa kehidupan dunia, tidak lain, hanyalah jalan menuju akhirat. Sedangkan kehidupan sebenarnya yang harus dia upayakan adalah kehidupan akhirat. Allah Ta'ala berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Nahl: 97)

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi." (QS. Al-Qashshash: 77)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini, {Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat} maksudnya, gunakan apa yang sudah allah berikan kepadamu dari harta yang banyak ini dan nikmat yang berlimpah dalam ketaatan kepada Tuhanmu dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai amal ibadah yang dengannya engkau mendapatkan pahala di negeri akhirat. {dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi} maksudnya, dari kenikmatan di dalamnya yang telah Dia halalkan untukmu berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan menikah. Karena Rabbmu memiliki hak atasmu, begitu juga dirimu, keluargamu, tetanggamu memiliki hak atasmu. Maka berikan hak untuk setiap pemiliknya."

Bahkan dibeberapa tempat Allah menyatakan membeli kehidupan dunia seseorang yang akan dibayar dengan kebahagiaan akhirat berupa surga. Contohnya dalam firman Allah,

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka." (QS. Al-Taubah: 111) 

Kebahagiaan akhirat

Kebahagiaan akhirat merupakan kebahagiaan abadi yang kekal. Menjadi balasan atas keshalihan hamba selama hidup di dunia. Allah berfirman,

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

"(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun`alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan"." (QS. Al Nahl: 32)

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ

"Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa." (QS. Al Nahl: 30)

Islam telah menetapkan tugas manusia di bumi sebagai khalifah di dalamnya. Bertugas memakmurkan bumi dan merealisasikan kebutuhan manusia yang ada di sana. Hanya saja dalam pelaksanaannya senantiasa ada kesulitan, sehingga menuntutnya bersungguh-sungguh dan bersabar. Hidup tidak hanya kemudahan sebagaimana yang diinginkan dan diangankan orang. Bahkan dia selalu berganti dari mudah ke sulit, dari sehat ke sakit, dari miskin ke kaya, atau sebaliknya.

Ujian-ujian ini  akan selalu mengisi hidup manusia yang menuntunnya untuk bersabar, berkeinginan kuat, bertekad tinggi, bertawakkal, berani, berkorban, dan berakhlak mulia serta lainnya. Semua ini akan mendatangkan ketenangan, kebahagiaan, kelapangan, dan ridla.

Allah Ta'ala berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأَمْوَالِ وَالأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ  أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al Baqarah: 155-157)

Cara meraih kebahagiaan

Berikut ini poin-poin penting untuk mencapai kebahagiaan hakiki, dunia dan akhirat, yang senantiasa didambakan oleh setiap insan:

1.    Beriman dan beramal shalih

Meraih kebahagiaan melalui iman ditinjau dari beberapa segi: Pertama, Orang yang beriman kepada Allah Yang Esa, Yang tiada sekutu bagi-Nya, -dengan iman yang sempurna, bersih dari kotoran dosa,- maka dia akan merasakan ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Dia tidak akan galau dan penat dalam menghadapi ujian hidup, sebaliknya dia ridha terhadap takdir Allah pada dirinya. Sehingga dia akan bersyukur terhadap kebaikan dan bersabar atas bala'.

Ketundukan seorang mukmin kepada Allah membimbing ruhaninya untuk lebih giat bekerja karena merasa hidupnya memiliki makna dan tujuan yang berusaha diwujudkannya.

Kedua, Iman menjadikan seseorang memiliki pijakan hidup yang mendorongnya untuk diwujudkan. Maka hidupnya akan memiliki nilai yang tinggi dan berharga yang mendorongnya untuk beramal dan berjihad di jalan-Nya. Dengan itu, dia akan meninggalkan gaya hidup egoistis yang sempit sehingga hidupnya bermanfaat untuk masyarakat di mana dia tinggal.

Ketika seseorang bersifat egois maka hari-harinya terasa sempit dan tujuan hidupnya terbatas. Namun ketika hidupnya dengan memikirkan fungsinya, maka hidup nampak panjang dan indah, dia akan merasakan hari-harinya penuh nilai.

Ketiga, Peran iman bukan saja untuk mendapatkan kebahagiaan, namun juga sebagai sarana untuk menghilangkan kesengsaraan. Hal itu karena seorang mukmin tahu dia akan senantiasa diuji dalam hidupnya sebagai konsekuensi keimanan, maka akan tumbuh dalam dirinya kekuatan sabar, semangat, percaya kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya, memohon perlindungan kepada-Nya, dan takut kepada-Nya. Potensi-potensi ini termasuk sarana utama untuk merealisasikan tujuan hidup yang mulia dan siap menghadapi ujian hidup. Allah Ta'ala berfirman:

إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ

"Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Al Nisaa': 104)

2.    Memiliki akhlak mulia yang mendorong untuk berbuat baik kepada sesama

Manusia adalah makhluk sosial yang harus melakukan interaksi dengan makhluk sebangsanya. Dia tidak mungkin hidup sendiri tanpa memerlukan orang lain dalam memenuhi seluruh kebutuhannya.

 Perintah Allah kepada kaum mukminin agar tolong menolong dalam kebaikan,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al Maidah: 2)

3.    Memperbanyak dzikir dan merasa selalu disertai Allah

Sesungguhnya keridhaan hamba tergantung pada tempat bergantungnya. Dan Allah adalah Dzat yang paling membuat hati hamba tentram dan dada menjadi lapang dengan mengingat-Nya. Karena kepada-Nya seorang mukmin meminta bantuan untuk mendapatkan kebutuhan dan menghindarkan dari mara bahaya. Karena itulah, syariat mengajarkan beberapa dzikir yang mengikat antara seorang mukmin dengan Allah Ta'ala sesuai tempat dan waktu, yaitu ketika ada sesuatu yang diharapkan atau ada sesuatu yang menghawatirkannya. Dzikir-dzikir tadi mengikat seorang hamba dengan penciptanya sehingga dia akan mengembalikan semua akibat kepada yang mentakdirkannya.

Firman Allah Ta'ala:

الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Al Ra'du: 28)

4.    Menjaga kesehatan

Kesehatan di sini mencakup semua sisi; badan, jiwa, akal, dan ruhani. Menjaga kesehatan badan merupakan fitrah manusia, karena berkaitan dengan kelangsungan hidup dan juga menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan materi seperti makan, minum, pakaian, dan kendaraan.

5. Berusaha meraih materi yang mendatangkan kebahagiaan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Islam tidak mengingkari urgensi  meteri untuk merealisasikan kebahagiaan. Hanya saja, semua materi ini bukan sebagai syarat mutlak untuk mendapatkan kebahagiaan, namun hanya sebagai sarana saja. Banyak nash menguatkan kenyataan ini, di antaranya firman Allah Ta'ala,

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ

"Katakanlah: 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" (QS. Al A'raaf: 32)

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "sebaik-baik harta adalah yang dimiliki hamba shalih." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "di antara unsur kebahagiaan anak Adam: istri shalihah, tempat tinggal luas, dan kendaraan nyaman."

6. Memanajemen waktu, karena waktu adalah modal utama manusia selama hidup di dunia.

Oleh sebab itu, Islam sangat memperhatikan waktu dan akan meminta pertanggungjawaban seorang mukmin tentang waktunya. Dan kelak di hari kiamat, dia akan ditanya tentang waktunya. Perintah dalam Islam sangat membantu manusia untuk mengatur waktunya dan memanfaatkannya dengan baik antara memenuhi kebutuhan hidup dan materinya di satu sisi, dan untuk memenuhi kebutuhan ruhani dan ibadah pada sisi lainnya. Islam telah memerintahkan orang beriman agar memanfaatkan waktu untuk kebaikan dan amal shalih.

Penutup

Sesungguhnya Allah amat sangat baik kepada para hamba-Nya. Dia menghendaki agar mereka bahagia, dunia dan akhirat. Sehingga diperintahkan apa saja yang bisa menghantarkan kepada kebahagiaan itu. Kebahagiaan yang paling ditekankan Islam adalah kebahagiaan akhirat, namun bukan berarti kebahagiaan dunia ditelantarkan. Tidak, bahkan kebahagiaan di dunia ini berusaha diwujudkan dalam bentuk yang sebenarnya. Yakni dengan mengabdikan diri kepada Allah semata sebagai panggilan dari fitrah diri manusia yang ia diciptakan di atasnya. Sehingga dengan itu akan mendapat ketenangan dan ketentraman. Dan ini menjadi kunci utama tercapainya kebahagiaan, sampaipun dalam musibah dan bencana. Ia jadikan musibah tersebut menjadi ladang untuk mendapatkan keutamaan dan pahala besar yang menjaminnya masuk dalam surga, yakni dengan sabar. Dan tidaklah seseorang mendapatkan surga akhirat sebelum ia mendapatkan surga dunia dalam ibadahnya. Wallahu Ta'ala a'lam.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KHUTBAH IDUL ADHA BAHASA JAWA 1445 H / 2024 M

KHUTBAH IDUL FITRI BAHASA JAWA 1445 H/2024M

KHUTBAH JUM’AT MENYAMBUT TANGGAL 1 MUHARAM 1447 H : HIJRIYAH UNTUK KITA SEMUA